Selamat Datang, Welcome, Bienvenidos,Benvenuto, Bem-vindo, Willkommen, MarHaban, Hos geldiniz...

Kamis, 21 Maret 2013

Mempertanyakan Masa Depan Ekonomi Kerakyatan


Dalam konstelasi perekonomian dunia, terdapat 2 kutub paling ekstrem sistem perekonomian. Sistem kapitalisme dan sosialisme merupakan 2 sistem yang dianggap paling ekstrem dalam sistem percaturan ekonomi dunia. Sistem kapitalisme pada umumnya diidentikkan dengan sistem ekonomi yang berbasis pada kebebasan hak kepemilikan individu, bertumpu pada akumulasi modal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, serta mengagungkan kekuatan mekanisme pasar dalam menyelesaikan masalah. Para penganutnya menganggap pada jangka panjang segala permasalahan akan terselesaikan dengan mekanisme pasar, capur tangan pemerintah yang terlampau jauh justru akan mendistorsi atau merusak kedigdayaan kemampuan pasar memperbaiki keadaan. Di titik seberangnya, kaum sosialis menganggap peran pemerintah layaknya dewa yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Hak pribadi diacuhkan dan kebebasan individu dibatasi. Dengan bertumpu pada sentralisasi pemerintahan dan proses pengambilan keputusan, para penganut intervensionis menawarkan konsep keadillan yang distributif.

Diusung oleh 2 negara adidaya di masa lampau (AS dan Uni Soviet), hegemoni keduanya kemudian merasuk ke relung-relung perekonomian negara-negara berkembang. Perang dingin antar kedua negara indungnya berusaha menemukan sebanyak mungkin “pengikut”. Indonesia sebagai negara yang memiliki anugerah SDA melimpah, tak lepas dari sergapan tarik menarik kedua kutub perekonomian tersebut.

Dalam perjalanannya, Indonesia yang telah jera dan trauma dengan indung sistem pemerintahan dari sistem perekonomian sosialis karena peristiwa 30 September 1965, tampaknya lebih condong menerima dan mengembangbiakkan sistem kapitalis. Terlepas dari perdebatan panjang tentang makna kapitalisme liberalisme yang sesungguhnya, serta penyempitan dan penjelekkan makna kapitalisme di Indonesa masa kini, Indonesia memang telah condong ke arah kapitalisme. Walaupun pada perkembangannya pula, Indonesia seperti banyak negara  di dunia, tidak murni menerapkan (baca:terterapkan) sistem kapitalisme.

Minggu, 10 Maret 2013

Semester Baru dan Resolusi

Semester baru sudah di pelupuk mata. Paruh pertama dari 2013 segera dimulai. Bagi para mahasiswa, menghadapi semester baru mungkin tak ubahnya menghadapi tahun baru. Meninggalkan kegalauan semester sebelumnya dan bersiap menyambut datangnya semester baru, mata kuliah baru, tugas baru, dan tentu saja akan bersiap menyambut kegalauan akademik baru.

Ketika menghadapi tahun baru, timeline twitter dan home facebook biasanya akan penuh dengan kata “resolusi”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan resolusi sebagai putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal: rapat akhirnya mengeluarkan suatu -- yang akan diajukan kepada pemerintah. Ringkasnya, resolusi adalah kata yang digunakan untuk menyimpulkan harapan, tujuan, target yang ingin dicapai.

Bagi mahasiswa seperti saya, menyusun resolusi kiranya tak perlu menunggu hitungan tahun berganti, karena semester baru berarti banyak hal baru. Tak ada salahnya kata resolusi diterapkan dalam penyambutan semester baru. Dengan begitu, semester baru akan berarti target baru, harapan baru untuk semakin berubah progresif. Semester baru akan diartikan sebagai lembar baru berisi poin-poin baru yang ingin dicapai, atau poin lama yang belum tercapai dan ingin dicapai.

Tentang Nasionalisme dan Keterbatasan Para Pembatas



Nasionalisme. KBBI mengartikan nasionalisme sebagai (1) paham (ajaran) untuk mencintai  bangsa  dan  negara  sendiri;  politik  untuk  membela  pemerintahan  sendiri; sifat kenasionalan; (2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang potensial atau aktual bersama-sama mencapai,  mempertahankan,  dan  mengabadikan  identitas,  integritas,  kemakmuran,  dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Ada beberapa kata kunci yang bisa kita ambil dari definisi nasionalisme menurut KBBI tersebut : mempertahankan,  dan  mengabadikan  identitas,  integritas,  kemakmuran,  dan kekuatan bangsa semangat kebangsaan. Dan jika memilih salah satu dari sekian kata -penting- berkaitan dengan nasionalisme tadi, saya akan memilih: kemakmuran.

Tanpa membuka KBBI pun semua orang akan mengetahui apa yang dimaksud dengan kemakmuran. Kemakmuran berkaitan dengan kesejahteraan. Dalam teori ekonomi pembangunan, kesejahteraan atau kemakmuran pada awalnya diidentikkan dengan masalah ekonomi. Negara dengan tingkat pendapatan perkapita tinggi dianggap lebih sejahtera. Namun kini banyak pihak menyadari terdapat bias pada pengukuran kesejahteraan melalui ukuran GDP (Gross Domestic Product) Amartya Sen, Joseph Stiglitz dan Jean-Paul Fitousi dalam buku (yang berasal dari laporan penelitian) “Mengukur Kesejahteraan” menganggap GDP tidak mampu mengakomodir ukuran kesejahteraan masyarakat suatu negara. Oleh karena itu, muncullah ukuran kesejahteraan yang lebih kompleks, tidak hanya meliputi bidang ekonomi seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM).