Selamat Datang, Welcome, Bienvenidos,Benvenuto, Bem-vindo, Willkommen, MarHaban, Hos geldiniz...

Selasa, 11 Juni 2013

Mendidik Para Penganggur

Pengangguran telah bertransformasi menjadi salah satu masalah paling mengerikan di seluruh dunia, selain kemisikinan. Analisis mainstream menyatakan keduanya saling terkait. Para penganggur akan menjadi miskin jika tak kunjung mendapat pekerjaan. Orang yang miskin akan melahirkan anak miskin, yang akan merasakan pendidikan dan kesehatan tingkat rendah. Pada gilirannya, anak-anak miskin ini akan melahirkan semakin banyak anak miskin. Ya, lingkaran setan kemiskinan.

Pada perjalanannya, banyak yang berpendapat bahwa munculnya pengangguran  disebabkan karena supply lapangan kerja tidak mencukupi tingginya jumlah para pencari kerja. BPS melansir, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 7,2 juta orang, atau sebesar 6,14 persen mengalami penurunan dibanding TPT  (tingkat pengangguran terbuka) Februari 2012 sebesar 6,32 persen dan TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen. Jika ditelaah lebih dalam, ada hal yang unik di data pengangguran Indonesia ini. Komposisi pengangguran di Indonesia didominasi oleh tenaga kerja lulusan SMA, SMK, bahkan sarjana. Artinya, pengangguran yang berkembang di negara ini adalah para penganggur terdidik.

Peran Kebijakan Bidang pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu isu paling krusial dalam pembangunan ekonomi suatu negara, bahkan dunia. Saking krusialnya, para ahli berdebat mengenai perspektif yang mereka gunakan dalam menganalisis kemiskinan ini.
Sumber: sutardjo40.wordpress.com

Old paradigm memandang kemiskian adalah hasil dari ketidakberdayaan sendiri, serta kurangnya usaha untuk lepas dari jerat kemiskinan. Sehingga solusi2 yang ditawarkan dalam meminimalisir kemiskinan hanya berkutat pada peningkatan kemampuan diri si miskin agar mampu mengentaskan dirinya sendiri dari jerat kemiskinan. Hal ini berbeda dengan pandangan kaum new paradigm yang memandang kemiskinan merupakan hasil dari ketidakberdayaan si miskin di percaturan politik. Mereka memandang kemiskinan yang disandang penduduk miskin adalah akibat dari lingkungan politik yang tidak memberikan kesempatan bagi si miskin untuk mengambil peluang yang timbul dari pertumbuhan ekonomi.

Negara Desa-Tertinggal

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, tak mudah bercerai
Selalu kurindukan, Desaku yang permai
Kita tentu tidak asing dengan syair lagu di atas. Syair  karya Ibu Soed tersebut merupakan syair yang sering kita nyanyikan ketika di taman kanak-kanak atau kala masih berseragam merah-putih.
Lagu bertajuk desaku tersebut seolah menggambarkan desa merupakan suatu tempat yang tenang,damai, jauh dari kebisingan kota. Kehidupan yang sarat makna kekeluargaan membuatnya (desa-red) tak mudah tercerai berai. Berbeda dengan individualitas yang semakin menyeruak di kota.

Menatap Ancaman dalam Peluang Digitalisasi

Di dunia jurnalistik, sudah menjadi rahasia umum bahwa pers profesional bukanlah satu-satunya “pemain”. Pers mahasiswa juga merupakan pemain (tetap) di kancah percaturan jurnalistik. Keberadaannya yang kini terkesan terbang tenggelam bukan merupakan alasan tepat untuk meniadakan peran pers mahasiswa di dunia pers mahasiswa.

Pasang Surut Pers Mahasiswa
Pada era orde baru, saat  pers profesional terkekang, pers mahasiswa merupakan ujung tombak pencerdasan masyarakat khususnya mahasiswa sebagai kaum terpelajar. Saat pers nasional terbelenggu sistem yang mengekang kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi, pers mahasiswa tampil sebagai alternatif jitu. Pers mahasiswa tumbuh menjadi instrumen pencerdasan mahasiswa. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari kritisnya mahasiswa dalam menanggapi keadaan bangsa di era orde baru. Pers mahasiswa turut menjadi alat pengasah idealisme mahasiswa, yang pada gilirannya mampu menumbangkan rezim yang sudah 32 tahun berkuasa. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari gerakan mahasiswa hingga akhirnya mampu menjatuhkan orde baru kala pers profesional terkendala ancaman pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) jika melawan. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari kristalisasi idealisme mahasiswa saat itu.