Selamat Datang, Welcome, Bienvenidos,Benvenuto, Bem-vindo, Willkommen, MarHaban, Hos geldiniz...

Selasa, 24 Desember 2013

Serba-serbi KKN Tim II Undip 2013 Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan

Diantara one last breath-nya Creed, secangkir cokelat hangat, dan data skripsi yang berantakan

Beberapa minggu terakhir, kehidupan sedang  ter -hiruk pikuk-kan oleh program rutin universitas. Ya, kuliah kerja nyata (KKN). Kegiatan yang merupakan implementasi dari salah satu tri dharma perguruan tinggi: pengabdian. Mungkin sudah bukan waktu yang tepat untuk bicara masalah definisi KKN ya. Pengabdian masyarakat yang dilakukan mahasiswa (dan dosen) yang seringkali di plesetkan (atau mungkin memang sebenernya sudah meleset haha) menjadi Kisah Kasih Nyata ini, beberapa waktu terakhir menjadi perbincangan hangat. Hal ini tentu wajar jika mengingat KKN tim I Universitas Diponegoro  2014 segera diberangkatkan awal tahun mendatang.

Diantara hiruk pikuk KKN, temen sekontrakan juga ada yang sedang ngejalanin kegiatan ini. jadi ikut ribut pula sama program monodisiplin, multidisiplin, LRK, log sheet, dan kawan-kawannya. Diantara hiruk pikuk temen kontrakan yang lagi bersiap dengan KKN, iseng-iseng saya buka folder di laptop yang isinya berbagai laporan pra dan pasca KKN. Dan yang nggak ketinggalan, tentu saja dokumentasi foto J bagi yang sudah pernah KKN, pasti ngerti gimana pentingnya dokumentasi. Baik dalam hal laporan, maupun dalam hal memori KKN. Ratusan foto saat KKN saya buka satu per satu, dan kemudian memori 35 hari  di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan (desa Samborejo) yang hampir menguap, seakan basah sembab tersiram air rindu. Rindu jauh dari swalayan, rindu sempolan, rindu posko, rindu bocah-bocah bandel, dan tentu saja rindu teman-teman KKN. Hahaha, lucu rasanya kalau ingat betapa nggak betahnya jauh dari in*omaret waktu itu.

Kepingan puzzle kerinduan ini menyeruak diantara isi kepala yang dipenuhi riak-riak tugas mahasiswa tingkat akhir: skripsi. Maka waktu juga yang mengembalikan puzzle-puzzle kenangan ini menjadi kesatuan yang walaupun tak lagi utuh, masih tetap menjadi bahan yang terlalu menarik untuk tak tertulis dan menguap. Fyuh. Mari merangkai kenangan.

Sabtu, 21 September 2013

Menguji Ketahanan Negeri Impian

Indonesia tengah berduka. Nilai Rupiah yang beberapa waktu melemah tak jua beranjak, bahkan hari ini rupiah telah mencapai Rp 11.674 per dollar AS. Ini titik terendah dalam 4 tahun terakhir. Neraca berjalan yang mengalami defisit selama 7 triwulan, tidak memunculkan tanda-tanda akan terhenti, bahkan terus meningkat. Defisit yang sudah mencapai 5.819 miliar dollar AS pada triwulan II meningkat drastis mencapai 9.848 milliar dollar AS pada triwulan III. Kabar terbaru juga tak kalah menyedihkan. Gabungan koperasi tempe tahu Indonesia (Gakoptindo) yang mewakili 114.547 pengrajin sepakat untuk mogok produksi.
Tentu masih hangat di ingatan kita bagaimana Indonesia dijuluki negeri agraris karena dominasi sektor pertanian. Bahkan Koes Plus mengibaratkan tanah air ini sebagai tanah surge, dimana tongkat kayu pun jika ditancapkan akan menjadi tanaman. Faktanya, dari beras hingga singkong pun kita harus impor. Selain kedelai yang akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan terpanas, tentu kita tidak lupa dengan panasnya isu impor daging sapi dan bawang beberapa waktu yang lalu.

sumber: http://kibas-ilalang.blogspot.com

Miris Negeri Agraris
Dalam logika teori ekonomi, negeri yang perekonominya terbuka sangat rawan (vulnerable) terhadap guncangan di dunia luar, baik politik maupun ekonomi. Masalah ekonomi, pelemahan rupiah yang diprediksi akan terus berlanjut, akan sangat memengaruhi keadaan ekonomi dalam negeri. Dalam rangka menyelamatkan perekonomian nasional, Kementerian Perdagangan telah menyetujui kebijakan strategis terkait impor komoditas pangan, yakni  Permendag Nomor 24 tahun 2013, Permendag Nomor 16 tahun 2013, dan Permendag Nomor 46 Tahun 2013. Kebijakan ini pada intinya membuka keran impor untuk menjaga stock dalam negeri sehingga diharapkan akan menjaga tingkat harga.
Impor yang terus berlanjut tentu akan membawa berbagai dampak. Dalam kerangka rupiah yang terus melemah, dibukanya keran impor berarti membuka pintu untuk datangnya gejolak perekonomian. Impor kedelai misalnya. Impor kedelai yang menggunakan standar harga dollar AS, akan membuat harga kedelai impor membumbung. Maka dapat diprediksi rencana mogok oleh produsen tempe tahu akan benar-benar dijalankan dan bukanlah “gertak sambal”.

Tingginya ketergantungan akan impor bahan pangan di Indonesia sejatinya merupakan bentuk kegagalan pengelolaan negeri yang mempunyai semua kriteria untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan. Selama ini, pemerintah terkesan enggan menggunakan analisis jangka panjang dalam menentukan kebijakan. Kekurangan ketersediaan pangan direspons dengan membuka keran impor. Dalam jangka pendek, kebijakan semacam ini mungkin memiliki pembenaran dari sisi tingginya kebutuhan dalam negeri. Namun dalam jangka panjang, jangan heran jika negeri (yang katanya) agraris ini tak lagi memiliki petani. Ya, negeri bertanah surga tengah diuji kedaulatannya. Ketahanan negeri impian tengah dipertanyakan.

Selasa, 11 Juni 2013

Mendidik Para Penganggur

Pengangguran telah bertransformasi menjadi salah satu masalah paling mengerikan di seluruh dunia, selain kemisikinan. Analisis mainstream menyatakan keduanya saling terkait. Para penganggur akan menjadi miskin jika tak kunjung mendapat pekerjaan. Orang yang miskin akan melahirkan anak miskin, yang akan merasakan pendidikan dan kesehatan tingkat rendah. Pada gilirannya, anak-anak miskin ini akan melahirkan semakin banyak anak miskin. Ya, lingkaran setan kemiskinan.

Pada perjalanannya, banyak yang berpendapat bahwa munculnya pengangguran  disebabkan karena supply lapangan kerja tidak mencukupi tingginya jumlah para pencari kerja. BPS melansir, jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 7,2 juta orang, atau sebesar 6,14 persen mengalami penurunan dibanding TPT  (tingkat pengangguran terbuka) Februari 2012 sebesar 6,32 persen dan TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen. Jika ditelaah lebih dalam, ada hal yang unik di data pengangguran Indonesia ini. Komposisi pengangguran di Indonesia didominasi oleh tenaga kerja lulusan SMA, SMK, bahkan sarjana. Artinya, pengangguran yang berkembang di negara ini adalah para penganggur terdidik.

Peran Kebijakan Bidang pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu isu paling krusial dalam pembangunan ekonomi suatu negara, bahkan dunia. Saking krusialnya, para ahli berdebat mengenai perspektif yang mereka gunakan dalam menganalisis kemiskinan ini.
Sumber: sutardjo40.wordpress.com

Old paradigm memandang kemiskian adalah hasil dari ketidakberdayaan sendiri, serta kurangnya usaha untuk lepas dari jerat kemiskinan. Sehingga solusi2 yang ditawarkan dalam meminimalisir kemiskinan hanya berkutat pada peningkatan kemampuan diri si miskin agar mampu mengentaskan dirinya sendiri dari jerat kemiskinan. Hal ini berbeda dengan pandangan kaum new paradigm yang memandang kemiskinan merupakan hasil dari ketidakberdayaan si miskin di percaturan politik. Mereka memandang kemiskinan yang disandang penduduk miskin adalah akibat dari lingkungan politik yang tidak memberikan kesempatan bagi si miskin untuk mengambil peluang yang timbul dari pertumbuhan ekonomi.

Negara Desa-Tertinggal

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, tak mudah bercerai
Selalu kurindukan, Desaku yang permai
Kita tentu tidak asing dengan syair lagu di atas. Syair  karya Ibu Soed tersebut merupakan syair yang sering kita nyanyikan ketika di taman kanak-kanak atau kala masih berseragam merah-putih.
Lagu bertajuk desaku tersebut seolah menggambarkan desa merupakan suatu tempat yang tenang,damai, jauh dari kebisingan kota. Kehidupan yang sarat makna kekeluargaan membuatnya (desa-red) tak mudah tercerai berai. Berbeda dengan individualitas yang semakin menyeruak di kota.

Menatap Ancaman dalam Peluang Digitalisasi

Di dunia jurnalistik, sudah menjadi rahasia umum bahwa pers profesional bukanlah satu-satunya “pemain”. Pers mahasiswa juga merupakan pemain (tetap) di kancah percaturan jurnalistik. Keberadaannya yang kini terkesan terbang tenggelam bukan merupakan alasan tepat untuk meniadakan peran pers mahasiswa di dunia pers mahasiswa.

Pasang Surut Pers Mahasiswa
Pada era orde baru, saat  pers profesional terkekang, pers mahasiswa merupakan ujung tombak pencerdasan masyarakat khususnya mahasiswa sebagai kaum terpelajar. Saat pers nasional terbelenggu sistem yang mengekang kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi, pers mahasiswa tampil sebagai alternatif jitu. Pers mahasiswa tumbuh menjadi instrumen pencerdasan mahasiswa. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari kritisnya mahasiswa dalam menanggapi keadaan bangsa di era orde baru. Pers mahasiswa turut menjadi alat pengasah idealisme mahasiswa, yang pada gilirannya mampu menumbangkan rezim yang sudah 32 tahun berkuasa. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari gerakan mahasiswa hingga akhirnya mampu menjatuhkan orde baru kala pers profesional terkendala ancaman pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) jika melawan. Pers mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari kristalisasi idealisme mahasiswa saat itu.

Kamis, 21 Maret 2013

Mempertanyakan Masa Depan Ekonomi Kerakyatan


Dalam konstelasi perekonomian dunia, terdapat 2 kutub paling ekstrem sistem perekonomian. Sistem kapitalisme dan sosialisme merupakan 2 sistem yang dianggap paling ekstrem dalam sistem percaturan ekonomi dunia. Sistem kapitalisme pada umumnya diidentikkan dengan sistem ekonomi yang berbasis pada kebebasan hak kepemilikan individu, bertumpu pada akumulasi modal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, serta mengagungkan kekuatan mekanisme pasar dalam menyelesaikan masalah. Para penganutnya menganggap pada jangka panjang segala permasalahan akan terselesaikan dengan mekanisme pasar, capur tangan pemerintah yang terlampau jauh justru akan mendistorsi atau merusak kedigdayaan kemampuan pasar memperbaiki keadaan. Di titik seberangnya, kaum sosialis menganggap peran pemerintah layaknya dewa yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Hak pribadi diacuhkan dan kebebasan individu dibatasi. Dengan bertumpu pada sentralisasi pemerintahan dan proses pengambilan keputusan, para penganut intervensionis menawarkan konsep keadillan yang distributif.

Diusung oleh 2 negara adidaya di masa lampau (AS dan Uni Soviet), hegemoni keduanya kemudian merasuk ke relung-relung perekonomian negara-negara berkembang. Perang dingin antar kedua negara indungnya berusaha menemukan sebanyak mungkin “pengikut”. Indonesia sebagai negara yang memiliki anugerah SDA melimpah, tak lepas dari sergapan tarik menarik kedua kutub perekonomian tersebut.

Dalam perjalanannya, Indonesia yang telah jera dan trauma dengan indung sistem pemerintahan dari sistem perekonomian sosialis karena peristiwa 30 September 1965, tampaknya lebih condong menerima dan mengembangbiakkan sistem kapitalis. Terlepas dari perdebatan panjang tentang makna kapitalisme liberalisme yang sesungguhnya, serta penyempitan dan penjelekkan makna kapitalisme di Indonesa masa kini, Indonesia memang telah condong ke arah kapitalisme. Walaupun pada perkembangannya pula, Indonesia seperti banyak negara  di dunia, tidak murni menerapkan (baca:terterapkan) sistem kapitalisme.

Minggu, 10 Maret 2013

Semester Baru dan Resolusi

Semester baru sudah di pelupuk mata. Paruh pertama dari 2013 segera dimulai. Bagi para mahasiswa, menghadapi semester baru mungkin tak ubahnya menghadapi tahun baru. Meninggalkan kegalauan semester sebelumnya dan bersiap menyambut datangnya semester baru, mata kuliah baru, tugas baru, dan tentu saja akan bersiap menyambut kegalauan akademik baru.

Ketika menghadapi tahun baru, timeline twitter dan home facebook biasanya akan penuh dengan kata “resolusi”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan resolusi sebagai putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal: rapat akhirnya mengeluarkan suatu -- yang akan diajukan kepada pemerintah. Ringkasnya, resolusi adalah kata yang digunakan untuk menyimpulkan harapan, tujuan, target yang ingin dicapai.

Bagi mahasiswa seperti saya, menyusun resolusi kiranya tak perlu menunggu hitungan tahun berganti, karena semester baru berarti banyak hal baru. Tak ada salahnya kata resolusi diterapkan dalam penyambutan semester baru. Dengan begitu, semester baru akan berarti target baru, harapan baru untuk semakin berubah progresif. Semester baru akan diartikan sebagai lembar baru berisi poin-poin baru yang ingin dicapai, atau poin lama yang belum tercapai dan ingin dicapai.

Tentang Nasionalisme dan Keterbatasan Para Pembatas



Nasionalisme. KBBI mengartikan nasionalisme sebagai (1) paham (ajaran) untuk mencintai  bangsa  dan  negara  sendiri;  politik  untuk  membela  pemerintahan  sendiri; sifat kenasionalan; (2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang potensial atau aktual bersama-sama mencapai,  mempertahankan,  dan  mengabadikan  identitas,  integritas,  kemakmuran,  dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan.

Ada beberapa kata kunci yang bisa kita ambil dari definisi nasionalisme menurut KBBI tersebut : mempertahankan,  dan  mengabadikan  identitas,  integritas,  kemakmuran,  dan kekuatan bangsa semangat kebangsaan. Dan jika memilih salah satu dari sekian kata -penting- berkaitan dengan nasionalisme tadi, saya akan memilih: kemakmuran.

Tanpa membuka KBBI pun semua orang akan mengetahui apa yang dimaksud dengan kemakmuran. Kemakmuran berkaitan dengan kesejahteraan. Dalam teori ekonomi pembangunan, kesejahteraan atau kemakmuran pada awalnya diidentikkan dengan masalah ekonomi. Negara dengan tingkat pendapatan perkapita tinggi dianggap lebih sejahtera. Namun kini banyak pihak menyadari terdapat bias pada pengukuran kesejahteraan melalui ukuran GDP (Gross Domestic Product) Amartya Sen, Joseph Stiglitz dan Jean-Paul Fitousi dalam buku (yang berasal dari laporan penelitian) “Mengukur Kesejahteraan” menganggap GDP tidak mampu mengakomodir ukuran kesejahteraan masyarakat suatu negara. Oleh karena itu, muncullah ukuran kesejahteraan yang lebih kompleks, tidak hanya meliputi bidang ekonomi seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM).