Diantara one last breath-nya Creed, secangkir cokelat hangat, dan data
skripsi yang berantakan
Beberapa minggu terakhir, kehidupan
sedang ter -hiruk pikuk-kan oleh program
rutin universitas. Ya, kuliah kerja nyata (KKN). Kegiatan yang merupakan
implementasi dari salah satu tri dharma perguruan tinggi: pengabdian. Mungkin sudah
bukan waktu yang tepat untuk bicara masalah definisi KKN ya. Pengabdian masyarakat
yang dilakukan mahasiswa (dan dosen) yang seringkali di plesetkan (atau mungkin
memang sebenernya sudah meleset haha) menjadi Kisah Kasih Nyata ini, beberapa
waktu terakhir menjadi perbincangan hangat. Hal ini tentu wajar jika mengingat
KKN tim I Universitas Diponegoro 2014
segera diberangkatkan awal tahun mendatang.
Diantara hiruk pikuk KKN, temen sekontrakan
juga ada yang sedang ngejalanin kegiatan ini. jadi ikut ribut pula sama program
monodisiplin, multidisiplin, LRK, log sheet, dan kawan-kawannya. Diantara hiruk
pikuk temen kontrakan yang lagi bersiap dengan KKN, iseng-iseng saya buka
folder di laptop yang isinya berbagai laporan pra dan pasca KKN. Dan yang nggak
ketinggalan, tentu saja dokumentasi foto J
bagi yang sudah pernah KKN, pasti ngerti gimana pentingnya dokumentasi. Baik
dalam hal laporan, maupun dalam hal memori KKN. Ratusan foto saat KKN saya buka
satu per satu, dan kemudian memori 35 hari
di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan (desa Samborejo) yang hampir
menguap, seakan basah sembab tersiram air rindu. Rindu jauh dari swalayan,
rindu sempolan, rindu posko, rindu bocah-bocah bandel, dan tentu saja rindu teman-teman
KKN. Hahaha, lucu rasanya kalau ingat betapa nggak betahnya jauh dari in*omaret
waktu itu.
Kepingan puzzle kerinduan ini
menyeruak diantara isi kepala yang dipenuhi riak-riak tugas mahasiswa tingkat
akhir: skripsi. Maka waktu juga yang mengembalikan puzzle-puzzle kenangan ini menjadi
kesatuan yang walaupun tak lagi utuh, masih tetap menjadi bahan yang terlalu
menarik untuk tak tertulis dan menguap. Fyuh. Mari merangkai kenangan.
KKN tim II dimulai dari pemberian
pembekalan di tingkat fakultas, kemudian dilanjutkan dengan pembagian kabupaten
dan kecamatan untuk masing-masing mahasiswa. Setelah terbagi (entah berdasarkan
apa), mahasiswa dan mahasiswi diberi pembekalan di tingkat universitas. Nah disinilah
saya percaya takdir Tuhan berperan. Pembagian kecamatan ini tidak benar-benar
kami mengerti apa yang menjadi dasar. Maka bertemulah saya dan teman-teman
kecamatan Tirto di lantai 2 gedung A fakultas Hukum.
Secara keseluruhan, ada 2 kali
pembekalan tingkat universitas yang diberikan sebelum akhirnya diberikan ujian
post test. Uniknya, kecamatan Tirto baru diklasifikasikan ke masing-masing desa
pada pembekalan kedua. Dan disinilah drama KKN dimulai.
KKN Tim II untuk kecamatan Tirto
terdiri dari mahasiswa yang asalnya dari 4 fakultas saja. FEB, FISIP, FT, dan FPsi.
Sebelum dibagi kedalam kelompok-kelompok desa, dosen pendamping memilih
beberapa orang untuk menjadi pengurus kecamatan. Pengurus kecamatan ini
bertugas untuk mengurus segala hal tentang KKN untuk kecamatan tirto. Laporan rencana
kegiatan, program-program, laporan pelaksanaan kegiatan, expo, dan tentu saja
mengoordinir masing-masing desa. Dan menariknya, meski mendapat beban
sedemikian berat, pengurus kecamatan masih harus mengurus program dan laporan
di desa masing-masing. Mateng cah! Pemilihannya unik, masing-masing fakultas
harus mengirimkan 2 wakil untuk menjadi kandidat koordinator kecamatan (korcam)
dan wakilnya (wakorcam), sisanya akan menjadi pengurus.
Maka terpilihlah 8 orang kandidat
korcam wakorcam. Ayu dan Zulfa mewakili psikologi, Agus dan Rona mewakili teknik,
Wildan dan Joni mewakili FISIP, saya dan Bangkit mewakili FEB.Saya pribadi
sangat tidak tertarik untuk menjadi korcam, dan bahkan berniat menjadi rakyat
jelata di KKN hehehe. Saya juga sudah begitu optimis tidak akan diajukan karena
bukan orang yang terkenal dan dikenal. Namun Tuhan berkehendak lain, dan
membuktikan saya tidak juga setidakterkenal itu (hhahahaa :D). Dan dimulailah
pemilihan korcam. Karena ogah-ogahan buat jadi korcam, saya dan bangkit membeberkan
visi misi sekenanya, dan mencoba menjatuhkan harkat dan martabat di depan umum untuk tidak dipilih :p maka
terpilihlah Wildan Ardiansyah sebagai korcam dan M. Zulfa Alfaruqy sebagai
wakorcam. Tuhan membuktikan kuasanya lagi, kedua orang ini yang nantinya
berperan banyak (sekali) dalam kelancaran KKN kecamatan Tirto.
Kegiatan dilanjutkan dengan
pembagian tugas selain korcam dan wakorcam. Karena dirasa kurang, pengurus
kecamatan pun dipergendut dengan menambah beberapa personil dari masing-masing
desa. Akhirnya Liza, Aisyah, Shafira, Jendra, Andri, Yuwan, dan Nindita masuk. Ya, 15 orang. Pada pembekalan ketiga juga mahasiswa dikelompokkan menjadi beberapa
desa. Saya sendiri masuk ke desa Samborejo, bersama Egar, Andri, Angga, Yoana,
Ayu, Astrid, Sito, Essy dan Amanda.
Perangkat kecamatan |
Samborejoers |
15 Juli 2013
Pagi-pagi benar mahasiswa KKN
Undip kumpul di lapangan Widya Puraya untuk upacara pelepasan KKN Tim II 2013. Pagi
itu begitu terik, dan terasa lebih berat karena puasa Ramadhan sudah mulai
dijalankan umat muslim. Kami dikumpulkan
per kecamatan untuk segera memulai dan mengakhiri upacara. Sore harinya,
beberapa desa (termasuk Samborejo) mulai berangkat ke rantau, karena 16 juli
sudah merupakan hari aktif KKN.
16 Juli 2013
Sekitar jam 09:00 upacara
penerimaan mahasiswa KKN kecamatan Tirto dibuka langsung oleh pak camat, dihadiri
pula oleh dosen pendamping (yang tidak benar-benar mendampingi). Dan secara
resmi cerita KKN Undip Kecamatan Tirto tim II 2013 dimulai untuk 35 hari ke
depan.
Malam harinya, saya dan tim
Samborejo disambut resmi oleh perangkat desa. Setelah hari ini, berbagai
kegiatan dilakukan. Saya tentu fokus dengan program kegiatan di desa samborejo
selain membantu (walaupun tak banyak) teman-teman perangkat kecamatan Tirto.
Beberapa hal menarik saya temukan
di Kecamatan Tirto. Sebagai salah satu kecamatan di Pekalongan, Tirto ini dinilai
cukup religius. Dari yang tampak, saya sedikit kagum dengan adanya perayaan nuzulul
qur’an di masing-masing RT dan mushola saat Ramadhan.
Pekalongan sebagai kota batik
dunia, menyimpan ribuan tanya buat saya. Mengapa bisa kabupaten yang begini
terkenal dan dibanggakan, rakyatnya hanya jadi buruh batik. Siapa yang punya
proyek? Bos-bos yang memberi pekerjaan banyak dari China atau Arab. Lalu apa
yang dikerjakan warga Pekalongan? Tak sedikit yang hanya jadi buruh, membatik
hanya jika ada pesanan batik.
Oke, skip bagian ini. Ini masalah
tata kelola perbatikan yang baru saya tahu sebegitu rumit, njelimet, dan tak
diatur rapi oleh pemerintah kita.
Selanjutnya, saya tertarik dengan
perilaku bocah-bocah SD di Tirto, khususnya Samborejo. Seperti 2 sisi mata
uang. Coba lihat foto ini.
Ini rambut anak SD di Tirto, bukan display gaya rambut di salon |
Cerita sedih dari beberapa anak
SD yang nggak bisa beli sepatu dan baju seragam juga cukup mengoyak hati. Tak
pantas rasanya hidup bergelimang mewah jika mengingat masih terlalu banyak
korban ketimpangan pendapatan dan contoh nyata kemiskinan negeri impian. Ah.
Hal lain yang mengoyak hati berasal
dari salah satu anak SD kelas 5. Ketika teman-teman seangkatannya memilih
dokter, polisi, untuk jadi cita-cita, dia bermimpi untuk jadi Da’i kondang
laiknya Aa Gym atau Yusuf Mansur. Ya, Cuma ada 1 anak yang seperti ini! Luar biasa!
Calon dai kondang |
Setelah tepat 20 hari kami
beraktivitas di kecamatan Tirto, tim II KKN Undip ditarik sementara pada 4 agustus
untuk libur lebaran. Universitas memberikan 10 hari untuk kami berliburan dan
berlebaran. Bagi saya pribadi, libur 10 hari ibarat neraka di dunia fana. Selama
setahun, hanya ada waktu 7 hari untuk saya menyambangi kampung halaman: Pangkalan
Banteng, pelosok Kalimantan Tengah.
16 agustus 2013
Ini hari pertama KKN Tim II 2013
aktif kembali setelah libur lebaran. Rasanya separuh hati dan jiwa kami masih tertinggal
di kampung halaman. Menikmati indahnya kasur yang empuk, makanan yang terhidang
nyaman, dan segala keindahan dalam keterbatasan segala rumah. KKN akan
dilanjutkan dengan menyantapp 15 hari tersisa.
Parahnya, hari ini terhitung H-9
expo kecamatan. Expo merupakan salah satu program kerja kecamatan Tirto,selain
juga berbagai lomba, pelatihan batik, penanaman pohon, dan jalan sehat. Maka neraka
di dunia fana yang saya rasakan karena pulang kampung hanya seminggu rasanya
harus saya abaikan sementara.
Sementara waktu itu, tak sedikit
mahasiswa (termasuk saya) yang belum selesai menjalankan programnya, padahal
minggu terakhir merupakan minggu laporan pelaksanaan kegiatan (LPK). Minggu terakhir
semua orang akan disibukkan dengan laptop masing-masing, terutama sekretaris desa
dan sekretaris kecamatan.
24 Agustus 2013
Hari ini, 5 program kecamatan
dilaksanakan. Jalan sehat, penanaman pohon, lomba, dan nonton bareng. Pagi hari,
saya dan teman-teman Samborejo mengoordinir jalannya penanaman pohon di
lapangan desa Tanjung dan Dadirejo. Kalau inget penanaman pohon, tentu inget
gimana tangan saya dan ketiga kolega saya di Samborejo (yang cowok) rusak berat
akibat menggali hampi 50 lubang berukuran sedang 3 hari sebelumnya untuk
ditanami pohon, haha.
Bercocok tanam ala Samborejoers |
Petani, ladang, dan terik pagi saat penanaman pohon Tirto |
Setelah menanam pohon, Tirtoski
kecski makan dan joget cesar di Dadirejo. Entah ini kegiatan apa, haha, yang
penting adalah kami masih bersama hingga hari ke 29 KKN. Alhamdulillah.
Joget cesar ala Tirtoski kecski |
Malam harinya,
diantara mahasiswa yang sedang nonton film Gie, saya dan teman-teman perangkat
kecamatan harus mempersiapkan tratak dan panggung untuk expo esok hari. Jendra dengan
bangga membawa backdrop 6x4m yang kemudian kami tidurin, bangkit dan andri sibuk
memasangnya karena mereka yang paling tinggi diantara kami, kurcaci-kurcaci
imut. Dan hari itu ditutup dengan kecerobohan saya meninggalkan tas berisi
dompet dan segala dokumen di tempat expo.
25 Agustus 2013
Yaaaaaap. Ini hari paling
penting. Expo kecamatan tirto! Pagi saya awali dengan kocar-kacir mencari tas
saya yang menghilang haha. Untung ada pak bos korcam yang nyimpenin :p
Expo dibuka langsung oleh pak
camat. Teman-teman perangkat mungkin masih ingat betul gimana kita dan pak
kandar kocar-kacir bersihin lapangan, haha. Lomba rebana dan fashion show
kemudian menyusul memberikan angin segar bagi kami yang berkeringat, kucel,
lelah, letih, lesu, lunglai, letoy, dan segalanya.
Kami (perangkat kecamatan Tirto)
tutup senja itu dengan evaluasi akhir di panggung dengan sisa-sisa tenaga kami.
Diantara tenaga yang menipis habis, hati saya sedikit tersentak mengingat momen
terbesar telah selesai. Artinya tak lama lagi kami akan terpisah dan kembali ke
kehidupan nyata. Mungkin saja melupakan rapat pertama di Selaras, atau repotnya
mengurus iuran untuk buka bersama kecamatan Tirto. Seketika lamunan saya terhenti
dengan tos ala perangkat kecamatan Tirto, tepat di ujung senja.
26 Agustus 2013 merupakan hari libur untuk perangkat kecamatan Tirto
setelah 2 minggu bekerja tanpa henti mencari sponsor, mengurus perizinan,
bersiap dengan laporan, dan berperang dengan kelelahan. Namun kabar “baik”
datang dari duo srikandi: sekretaris kecamatan yang meminta bantuan untuk kartu
pembuatan kartu pelangi di desa Dadirejo yang notabene adalah desa terpencil nan
jauh dari peradaban, dikelilingi hutan, akses jalan yang buruk, daaaan malam
itu hujan rintik. Namun Alhamdulillah, kami masih bersama.
27 Agustus 2013, perangkat kecamatan merayakan selesainya expo
dengan makan-makan di salah satu tempat makan di Pekalongan, kemudian dilanjutkan
dengan bermain air di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang. Saya sempat mengambil beberapa
gambar untuk dokumentasi pantai itu (seperti yang biasa saya lakukan). Karena disana
hingga senja, saya kembali teringat betapa Kabupaten Pekalongan memberi saya
senja-senja yang berbeda dengan yang ada di Semarang. Senja disana luar biasa! Mungkin
karena polusinya belum separah Semarang.
Senja di Tirto
|
29 Agustus 2013, mahasiswa KKN Tim II 2013 Kecamatan Tirto dilepas
secara resmi oleh pak camat yang juga dihadiri dosen KKN. Tumpeng juga telah disiapkan
pagi itu. Ah, pagi itu benar-benar haru dan menyesakkan. Siang harinya kami
pulang ke Semarang dengan perasaan yang campur aduk. Senang dan sedih. Sesampainya
di Semarang, siapa bilang tugas perangkat kecamatan sudah selesai. Kami harus
berlembur ria menyelesaikan kartu pelangi (yang sejujurnya saya nilai tidak
mirip dengan pelangi). Saya sendiri menyelesaikan bagian saya tepat pukul 03.00
dini hari.
30 agustus 2013 upacara penarikan mahasiswa KKN Tim II Undip 2013
tidak dihadiri oleh beberapa perangkat kecamatan Tirto. Saya, Rona, dan Liza
harus menyelesaikan kartu pelangi (lagi, lagi,lagi) di kontrakan Aisyah. Daaaaan,
baru selesai sekitar jam 10:00. Pagi itu sebenernya saya sudah dengan percaya
diri datang ke upacara tanpa tanggungan beban. Namun panggilan dari 2 sekcam
setidaknya telah membuat saya menyesal menganggap remeh tugas sekretaris hahha
Perjuangan LPK dan Kartu Pelangi! |
Dan hari itu, secara resmi 35
hari KKN telah selesai. Laporan pelaksanaan kegiatan telah tercetak juga
berarti bahwa segala tindak tanduk dan kenangan KKN telah resmi tercetak. Di perjalanannya,
KKn juga berarti memproduksi berbagai masalah, namun setelahnya kita semua baru
tersadar bahwa kesannya tak akan terlupa. Segala sedih canda tawa senyum tangis
sendu luka, lebur. Ya, ini namanya proses. Katanya, Tuhan nggak akan memberikan
kita takdir tanpa sebab, termasuk pertemuan sekian puluh mahasiswa berbeda. KKN
memang selalu menyimpan cerita. Entah menjadi apa kita di masa depan, masa kini
dan masa lalu merupakan sejarah. Bersenang-senanglah, karena hari ini akan kita
rindukan sebagai sebuah kisah klasik untuk masa depan, Tirtoski Kecski!
Tirtoski makan-makan |
Perangkat Tirto in action |
Semarang, 25 Desember 2013; 04:00
Mengenang KKN Tirto Tim II 2013
ciyeee KKN
BalasHapus